membaca buku cerita bagiku adalah suatu perjalanan, tak usah terburu-buru menghabiskannya, tokh tidak ada suatu tujuan spesifik selain “selesai” di ujung jalannya. namun lain hal jika memang kau merasa bahwa cerita yang ada di dalam buku itu sedikit banyak membuatmu merasa mirip dengan karakter-karakternya, lalu merasa kisah hidupmu merasa mirip dengan alur ceritanya, lalu kau merasa sudah cukup bahan untuk juga membuat buku yang berisi tentang cerita hidupmu. Continue reading “giliran”
Tanyakan Aku Tentang Sepi
tanyakan aku tentang sepi
.
adalah sepasang kaki terangkat dan diletakkan di atas sadel sepeda gunung yang tersandar sendirian di tegel pembatas antara teras dengan tanah merah yang sedikit basah akibat hujan semalam dan tidak cukup panas sinar matahari untuk mengeringkannya
.
adalah dua mata yang kebingungan antara terbuka atau tertutup akibat angin yang mendesah perlahan seakan puas jika bisa membuat yang merasakannya bimbang antara meneruskan membaca kisah-kisah misterius atau memimpikan cerita-cerita yang tak pernah usai dan kerap membuat pakaian basah oleh keringat dingin dan kesal tak berujung
.
adalah membiarkan detik-detik larut dalam minuman panas yang memang telah disiapkan sebelumnya lewat ketidaksabaran menanti mendidihnya air dijerang dan tergesa-gesanya tangan yang menuang bubuk pekat lalu mengaduk pahitnya kenyataan sampai menjadi cair meski melekat erat di kerongkongan dan mempengaruhi semua yang terucap dan terbuat
.
tanyakan aku tentang sepi:
–
roda sepeda gunung ini ternyata kempis
–
kedua mata ini ternyata mengambang saja melihat matahari yang hampir habis
–
minuman ini sudah dingin dan rasa pahit jika membiasakan untuk menyesapnya ternyata berujung manis
–
oh, maafkan sandal yang terjepit itu, tak ada kesalahannya selain berusaha menjaga agar tidak terpeleset karena licinnya ragu yang kemarin membuat kaki bengkak dan membiru. tak apalah kalau hanya kaki, jangan hati.
iya kan?
gelas
gelas pertama tandas oleh lidah yang kehausan
dan kepanasan karena pedas yang menggigiti permukaannya dengan kesal
dan sesal
setelah ucapan keluar membabibuta
dan tak berhenti
sampai pertahanan rontok dan tak berwujud lagi
…
gelas kedua tandas oleh lidah yang kelu
dan lesu karena direndam dinginnya bantahan yang membeku menjadi es batu
dan membisu
setelah ucapan tak lagi keluar membabibuta
dan sedari tadi telah terhenti
saat pertahanan lebur tak dan terpikirkan lagi
…
gelas pertama dan kedua
tandas oleh lidah di waktu yang sama
ah, kenyang minuman membuat jiwa sakit – rupanya
anomali
kau mungkin telah membaca semua yang tertulis di dalam jenak tahun-tahun lalu dan bertanya apa yang ada di balik semua dinding, jendela, pintu, kamar, lagi, lagi, lagi dan lagi, kopi, lagi, kopi, lagi, kopi dan lagi.
menari
memulai sesuatu yang baru
langkahmu terlihat canggung
lalu nada mengalun
kakimu pun mengayun
langit
sesuatu yang berbeda
kau rasa ada di dalammu
membawa hangat
menghantar sengat
kejutan pertama setelah tahunan terlewat
selurus usia merambat
…
putih kelabu
masihkah sama
wangimu yang putih kelabu
dengan aroma senja muda
bahkan saat air dan busa belum membasuh
bahkan saat garam yang basah luber menembus kain penyembunyi lekukmu
masihkah sama
gemetarmu tatkala hasrat ini mencari jalan keluar dari perangkap yang terletak di antara bukit dan lapangan hijau
dan nyanyian hewan yang terbang di langit dan melata di tanah menandakan waktu yang berkali-kali berganti
masihkah sama
merah merembes di atas sayapku yang tertancap erangmu bersama seratus maaf terucap meski kerap terulang
saat matahari melumat setiap rindu dendam
dan bulan mengobati luka-luka dengan hembus dingin nafasnya yang berwarna putih kelabu