Lalu aku merenung akan banyak hal tentang mengapa banyak sekali yang hilang dariku. Ada yang kudapat jawaban akan penyebabnya, ada yang belum dan ada juga yang rasanya tidak akan pernah kudapat. Namun untuk hal yang satu ini rasanya aku mengerti penyebabnya. Temanku bilang mungkin masih banyak buku yang menumpuk dan belum tersentuh untuk kubaca. Tentunya itu salah karena tidak ada buku yang masih belum kubaca di rumah, tinggal satu buku saja yang bahkan sedang dalam proses baca dan paling lama dalam seminggu akan selesai. Jika sudah selesai, masa PO buku-buku baru itu pun belum usai dan jika dihitung lagi dengan jadwal pengiriman maka aku akan punya waktu kosong sekitar dua minggu tanpa baca buku baru. Bahkan hal itu tidak membuatku “kuatir” karena biasanya aku memang harus mengisi waktu luang untuk membaca – meskipun tidak setiap saat seperti itu ya karena aku kan juga suka main game balap mobil dan tetris di hape (mohon maklum anak jadul) dan main/bikin musik. Namun tanpa baca buku rasanya ada yang kurang “klop”. Jadi, aku sudah siap untuk tidak membaca buku baru dalam waktu dua minggu dan mengambil keputusan untuk berkonsentrasi main/bikin musik saja.
Aku hanya ingin membeli buku secara langsung di toko buku. Ada satu rasa hangat yang tidak tergantikan jika menemukan buku yang kucari, memegangnya, melihat sampul depan, membaca ringkasan di sampul belakang dan kemudian menuju kasir supaya syah untuk bisa membawanya pulang. Lebih asik lagi kalau bisa menemukan dan membawa lebih dari satu buku. Ada sensasi lain yang kurasa, lebih dari sekedar menanti datangnya pesanan. Selain itu, aku juga sedang merasa “kapok” memesan buku lewat website jualan buku internasional langgananku karena keterlambatan pengiriman akibat gangguan covid-19 ini. Yang tadinya “hanya” sekitar 2 sampai 3 minggu pengiriman sekarang bisa mencapai 1,5 sampai 2 bulan! Aku kecewa karena ada tiga buku yang aku pesan – merasa bisa kudapat lebih dulu daripada menunggu kehadirannya di toko buku langganan, ternyata malah toko buku langganan sudah memiliki stoknya sekitar 2 atau 3 minggu lebih cepat dibandingkan dengan tibanya pesananku. Bayangkan, dalam seminggu aku bisa dua kali datang ke toko buku langgananku (di tiap akhir pekan) dan menemukan judul-judul yang sedang dalam penantianku sudah bertengger dengan manis di rak. Amat mengesalkan, bukan?
Meskipun kondisinya tentu berbeda dengan hal PO buku-buku baru yang sekarang ini karena ini merupakan karya penulis lokal dan distribusi bukunya pun akan lokal, aku tetap merasa malas. Mendingan langsung ke toko buku, mencarinya, membayarnya untuk kemudian membawanya pulang. Aku tidak mau berada dalam penantian, meskipun kali ini pasti lebih jelas jadwalnya. Aku tidak mau merasakan kesal lagi meskipun nampaknya tidak akan terjadi, meskipun bisa lebih kesal lagi jika ternyata buku-buku itu tidak dapat kujumpai karena kehabisan stok.
Inilah yang membuatku bingung… Mengapa aku jadi begini?
